16 Juli 2008

Penyesalan dari Sang Jendral

Seorang Pemuda Timor Leste disiksa dan dibunuh oleh tentara Indonesia. Foto ini dirilis tahun 1996 oleh Jose Ramos Horta.

"Kami menyampaikan penyesalan yang amat dalam atas apa yang terjadi di masa lalu yang menimbulkan korban jiwa dan harta benda," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai menerima laporan akhir Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) di Bali, Selasa (15/7).

Pernyataan penyesalan Pemerintah Indonesia ini disampaikan Presiden Yudhoyono setelah menerima laporan akhir dari Ketua KKP Timor Leste, Dino Babo Soares, dan dari Indonesia, Benjamin Mangkoedilaga.

Hadir dan turut menerima laporan ini Presiden Republik Demokratik Timor Leste Ramos Horta dan PM Xanana Gusmao. Sejumlah petinggi pemerintahan dari kedua negara juga hadir.

Laporan yang terdiri dari 321 halaman dan terbagi tujuh bab ini berisi laporan 20 komisioner dari kedua negara. Laporan ini hasil investigasi selama tiga tahun.

Tugas komisi yang dibentuk bersama oleh dua negara ini: Indonesia dan Timor Timur, berakhir dan akhirnya mengungkap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia di Timor Timur pada masa lalu, saat dipimpin Soeharto.

Laporan yang diberi judul "Per Memoriam ad Spem" atau "Melalui Kenangan Menuju Harapan" ini menyebutkan, sepanjang tahun 1999, lebih dari 1000 orang diyakini tewas dibunuh, dan banyak orang Timor Timur lainnya disiksa, diperkosa, atau terpaksa mengungsi.

Komisi selanjutnya menyatakan: Pemerintah Indonesia, TNI dan Polri bertanggung jawab atas berbagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi sebelum, selama dan sesudah jajak pendapat di Timor Timur, September 1999.

Sebelumnya, selama ini Pemerintah Indonesia selalu lempar batu sembunyi tangan. Pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur pada masa lalu, katanya, dilakukan secara individu, bukan institusi.

Salah satu peristiwa berdarah yang akhirnya menyedot perhatian internasional yaitu peristiwa yang terjadi pada 12 Nopember 1991. Saat itu, tentara Indonesia secara membabi buta menembaki rakyat Timor Timur yang sedang menggelar demonstrasi damai menentang 'pendudukan' tentara Indonesia di bumi Lorosae.

Diperkirakan lebih dari 400 orang tewas ditembaki dan dikubur massal di pekuburan Santa Cruz. Peristiwa ini kemudian dikenang sebagai Peristiwa Santa Cruz.

Hanya rasa penyesalan yang disampaikan oleh Presiden Yudhoyono yang juga mantan jendral bintang empat ini, tidak akan pernah mampu untuk mengobati luka rakyat Timor Leste. Mengingat, betapa kejamnya Pemerintah Indonesia lewat TNI, Polri dan milisi bersenjata yang dibentuk oleh kedua institusi ini, terhadap rakyat Timor Timur di masa lalu.

Tanpa melanjutkannya dengan menyeret orang-orang yang diyakini kuat terlibat dalam genosida di Timor Timur ke pengadilan, keadilan bagi rakyat Timor Timur akan terus menjadi mimpi, yang sebenarnya telah mereka tunggu dan harapkan selama ini.

Kompromi politik yang diambil oleh kedua negara, yang menyatakan tidak akan melanjutkan laporan ini ke ranah hukum, tidak bisa dibenarkan.

Langkah politik yang diambil oleh kedua pemimpin dari kedua negara ini telah mengabaikan hak keadilan bagi rakyat Timor Timur. Dan itu dilakukan bukan keinginan dan atas persetujuan rakyat.

Rakyat bumi Lorosae tidak akan pernah dapat melupakan ketertindasan yang mereka alami selama berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selama tidak adanya keadilan, selama itu juga duri tajam masih akan terus tertanam di dalam raga mereka, rakyat Timor Leste. Dan itu dialami mereka hingga saat ini meski, laporan KKP yang berbuah penyesalan Presiden Yudhoyono telah disampaikan.

Tidak ada komentar: