31 Mei 2008

Akhirnya...


Hari ini akhirnya adalah hari terakhir aku magang di Okezone.com, setelah dua bulan lamanya "bekerja" di portal berita milik perusahaan raksasa media di Indonesia, Media Nusantara Citra (MNC).

Tentu ada suka dan duka yang didapat selama menjalani itu. Suka yang kudapat mulai dari kawan baru, baik itu para awak redaksi di Okezone.com hingga kawan-kawan jurnalis dari media lain yang bertemu ketika di lapangan.

Mungkin tidak hanya itu saja, mendapat tambahan pengalaman baru sebagai reporter media online yang tentu saja berbeda dari pengalaman-pengalaman sebelumnya yang kudapat ketika di kantor berita Antara, Star News ataupun saat mengelola buletin lintas kampus, Kabar.

Sedangkan kesedihan atau apalah namanya ialah ketika semalam saat para awak redaksi Okezone.com berkumpul di sebuah rumah makan di kawasan Sabang, Jakarta Pusat. Ukay, Koordinator Liputan Okezone.com akhirnya memberikan kepastian bahwa HRD MNC sebagai perusahaan induk Okezone.com tidak bisa menerima pekerja yang belum memiliki ijazah strata satu.

Ya, sebelumnya memang Mas Jono, redaktur pelaksana yang 'mendadak' mengundurkan diri dari jajaran Okezone.com sekitar tiga minggu lalu dan Mas Budi yang sekarang ini menjabat pemimpin redaksi sempat menawarkan dan menjanjikan jabatan reporter Okezone.com.

Namun memang, saat itu keduanya belum bisa memberikan kepastian karena masih harus menanyakan ke HRD. "Aku akan minta kawan-kawan (redaktur dan asisten redaktur) untuk memberikan penilaian terhadap kamu. Kalau bagus, kita rekomendasikan kamu ke MNC. Kebetulan kita sedang butuh satu orang reporter lagi," kata Mas Jono saat itu.

Begitu pun dengan Mas Budi yang akrab disapa MBS, "Ya, pada dasarnya kita tidak ada masalah tapi kita, kan, belum tahu di HRD bagaimana," ujar Mas Budi.

Ya, walau bagaimana pun keputusan akhir memang berada di MNC, sebagai perusahaan induk, meskipun para awak redaksi sudah 'oke'. Dan, memang kesempatan yang ada untuk sekarang ini tidak banyak, "Sebab kita saat ini masih ada dua orang yang juga belum lulus. HRD saja sudah tanya terus ke mereka," ujar Ukay.

Tak Keduanya

Dewi keberuntungan sepertinya sedang tidak berpihak kepadaku, he..he... Sandy, reporter yang lumayan akrab diantara reporter Okezone.com lainnya mengatakan demikian, "Ini bulan apes buat lo, Hut. Udah ga dapet di Detikcom, eh, di Okezone juga ga dapet," katanya saat kongkow-kongkow bersama dengan Mamiek, reporter Okezone.com lainnya di Taman Ismail Marzuki, semalam.

"Memang masalahmu gimana, Hut?" tanya Mamiek dengan logat jawanya kental yang mungkin penasaran, he..he..

Oh iya, satu minggu sebelum magang di Okezone.com aku memang melamar di Detikcom. Dua tes sudah aku lalui yaitu tes kemampuan dan tes wawancara dengan Mas Asydhad, Wakil Pemimpin Redaksi Detikcom, serta tes psikologi yang terakhir. Jika lulus psikotest, ya, langsung nego gaji dengan Manajer HRD.

Namun dua minggu berselang kring dari Buncit, tempat Detikcom berkantor, tak kunjung berbunyi. Ya, sudah berarti memang tidak diterima, pikirku. Aku pun melanjutkan magang di Okezone.com.

Tak disangka, beberapa hari kemudian saat liputan Carrefour di Ratu Plaza, Senayan, aku bertemu dengan Moksa, seorang teman yang juga mengikuti psikotes di Detikcom dua minggu lalu. Saat ini dia sudah menjadi reporter Detikcom.

Dari Moksa inilah kemudian akhirnya aku mengetahui bahwa Detikcom mengira aku sudah bekerja di Okezone.com. Lho, tahu darimana? Aku sendiri pun tak tahu. Namun, yang aku tahu Detikcom dengan Okezone.com adalah "musuh", he..he..

"Ohh.. kalau Ruhut sudah kerja di kompetitor, Okezone," kata Moksa mengutip omongan salah seorang awak Detikcom, saat dia menanyakan siapa-siapa saja, selain dirinya, yang diterima oleh Detikcom.

Saat mengikuti psikotes di Detikcom memang hanya tersisa empat orang kandidat. Moksa, aku sendiri, dua kawan dari Solo dan Bandung. Kawan dari Solo katanya failed sedangkan yang di Bandung aku sendiri tidak tahu.

Tapi ya sudah lah. Walau bagaimana pun semua itu menjadi bagian dari cerita hidup yang terus baru dan berganti setiap harinya. Seperti sebuah buku kehidupan yang halaman demi halaman terus terisi oleh cerita-cerita kehidupan.

Juga, seperti dikatakan seorang "teman" yang nun jauh di sana (he..he..), "Pasti Tuhan punya rencana lain dan tempat yang jauh lebih baik yang sudah disediakan Dia," katanya dengan suara yang lembut dan menenangkan hati.

Aku mau berterima kasih untuk kawan-kawan di Okezone.com, khususnya di Kanal News, dan terutama kepada orang-orang yang sudah "bersedia" meluangkan waktunya untuk menerima setiap laporanku. Terima kasih sudah memberikan kenyamanan selama aku "bertugas", he..he..

(Mas Jono, Mas Budi, Ukay, Dhani, Fitra, Hari, Siswanto, Hasits, Pipiet, Lutfi, Aries, Popoy, Sandy, Anggi, Mamiek, Insaf, Yuni, Amirul dan awak redaksi lainnya yang belum sempat kukenal)

Devide et Impera ala Menir JK


"Bilangin sama yang marah-marah itu lebih enak begini daripada BBM murah" ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada para penerima bantuan langsung tunai atau BLT Tahap I di Kantor Pos Sumur Batu, Jakarta, 24 Mei lalu.

Pernyataan Kalla ini disampaikan dengan tujuan agar mereka, para penerima BLT, mengatakan kepada para demonstran yang menolak kenaikkan harga BBM bahwa lebih enak harga BBM naik dan menerima BLT yang hanya sebesar Rp. 100 ribu per bulan. Hah!

Kita ketahui, demonstrasi, terutama dari kalangan mahasiswa, menolak kenaikkan harga BBM saat ini sedang gencar-gencarnya digelar. Hampir setiap hari, rumah presiden selalu "dikunjungi" rakyat dan mahasiswa. Namun sayang, sang tuan rumah sedang tidak menerima tamu?. Di daerah, kawan-kawan pun tak ketinggalan bersuara keras menentang keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.

Pernyataan Daeng "Kumis" ini langsung mendapat reaksi luas dari pelbagai kalangan. Mmhh.. Bukan kali ini saja statement-statement yang keluar dari mulut Sang Saudagar dari Timur ini memancing kemarahan rakyat dan mahasiswa. Bahkan Sang Bos, Presiden SBY, pun dikabarkan pernah dibuat 'tersulut' atas ulah bawahannya ini.

Wajar saja jika rakyat terutama mahasiswa tambah 'keras' dalam setiap langkah-langkahnya mendesak presiden membatalkan kenaikan harga BBM. Ada aksi dan ada reaksi. Itu "teori" sederhana untuk menggambarkan situasi di tanah air akhir-akhir ini.

Kelihaian Menir Kalla "memanaskan sesuatu" di saat-saat yang sedang "panas" tak lagi diragukan. Mungkin ini salah satu skill yang dimilikinya, selain membangun kerajaan bisnis di Indonesia.

Namun demikian, pernyataan Ketua Umum Partai Golkar ini sangat menyesatkan dan merupakan suatu bentuk pembodohan serta pembohongan terhadap rakyat. Dimana enaknya menikmati kenaikan harga BBM sementara pendapatan rakyat terus menurun, stagnan atau bahkan NOL? Dan, apa gunanya uang yang hanya seratus ribu rupiah per bulan? Lha, harga-harga saja sudah pasti naik setelah itu (kenaikan harga BBM).

Sangat jelas ini adalah upaya mengadu domba antara rakyat dan mahasiswa. Devide et impera, bahasa kerennya. Menir Kalla berusaha untuk memecah-belah kekuatan rakyat dan mahasiswa yang bersatu menolak kenaikkan harga BBM. Politik adu domba pun dimainkan.