28 Mei 2009

Barca, "Pasukan Tak Bersenjata" Katalonia


Salah seorang pendukung Barcelona di Ibu Kota Katalonia, Barcelona, mengangkat "Piala Eropa" seusai tim kebanggaannya keluar sebagai juara Final Liga Champions 2009. Manchester United dikalahkan dengan skor 2-0 dalam pertandingan di Stadion Olimpico Roma, Kamis (28/5) dini hari.


Ratusan orang berkaos biru-merah beramai-ramai menceburkan diri mereka ke dalam kolam Canaletes--tempat yang biasa digunakan untuk merayakan kemenangan--di Ramblas, Barcelona, seusai wasit Massimo Busacca asal Swiss meniupkan pluit panjang di Stadion Olimpico Roma, Kamis dini hari tadi.

Meski raga tidak berada di Roma, mereka tetap bersorak merayakan kemenangan klub kebanggaan mereka, Barcelona, yang mengalahkan Manchester United dalam laga Final Piala Champions dengan hasil skor 2-0.

Kemenangan Barcelona merebut piala Liga Champions dari Manchester United Kamis dini hari tadi patut diberikan penghormatan setinggi-tingginya, khususnya dari para pecinta bola, terlepas apa pun klub bola yang menjadi pilihan kita masing-masing.

Kemenangan Barcelona kali ini semata bukan hanya sekadar kemenangan dari sebuah tim bola. Akan tetapi, kemenangan tersebut, boleh dikatakan, merupakan hasil dari perjalanan panjang sebuah bangsa di Eropa yang tengah berjuang mendapatkan "pengakuan" dari bangsa-bangsa Eropa lainnya--bahkan dunia selama puluhan tahun lamanya.

Piala Eropa yang diraih Barcelona kali ini pun juga terasa lebih istimewa karena Barcelona sukses memboyong tiga piala sekaligus dalam satu musim kompetisi, setelah sebelumnya meraih gelar juara Liga Spanyol dan Piala Spanyol. Manchester United, lawan Barcelona di final, pernah mencatat sejarah yang sama, yakni pada tahun 1999.

Saya sendiri bukan penggemar bola, bukan juga pendukung Barcelona apalagi sampai menggilai. Namun, saya rela "memberikan" waktu tidur saya demi menyaksikan "El Barca" berjuang melawan sebuah klub besar di daratan Eropa yang sudah tiga kali mendapatkan Piala Eropa dan memiliki julukan cukup menyeramkan, yaitu "Setan Merah".

Saya menonton pertandingan bukan juga karena terlibat dalam pertaruhan judi bola, tetapi saya ingin melihat bagaimana sebuah bangsa yang tengah berjuang menunjukkan identitas politiknya di kancah dunia lewat olah raga.

Namun, terlepas dari itu semua kita semua sepakat, bahkan pelatih Manchester United dan para pemainnya sekalipun mengakui, bahwa permainan yang ditampilkan para pemain Barcelona dini hari tadi memukau. Barcelona mampu memperlihatkan permainan bola yang indah. Mereka layak menjadi "penguasa" baru di kawasan Eropa.

|||

El Barça és el teu club. Barcelona bukan hanya sekadar klub bola. Motto dari klub Barcelona yang terpatri kuat hingga saat ini di dalam hati bangsa Katalonia dan pendukung klub memiliki makna yang sangat dalam.

Klub bola Barcelona didirikan pada 29 November 1899 di Katalonia oleh Joan Gamper, pelopor sepak bola Swiss yang juga seorang kolumnis olahraga, bersama dengan 12 orang lainnya yang berasal dari Katalonia, Inggris dan Spanyol.

Wilayah Katalonia memiliki luas 32 ribu km dengan penduduk lebih dari tujuh juta jiwa. Negara dengan ibu kota Barcelona ini terbagi dalam empat provinsi yaitu Barcelona, Tarragona, Lleida dan Girona, yang berbatasan dengan Perancis dan Andorra. Kesehariannya warganya menggunakan bahasa Catalan, Spanyol dan Aranese.

Pada tahun 989 SM, bangsa Katalonia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Perancis yang saat itu diperintah oleh Raja Hugh Capet. Sejak saat itu, bangsa Katalonia berusaha membangun negaranya sendiri yang merdeka dan berdaulat. Namun, Spanyol lewat pelbagai macam cara berupaya menjadikan wilayah Katalonia masuk dalam daerah kekuasaan Pemerintah Spanyol, hingga saat ini.

"Perlawanan" bangsa Katalonia, yang salah satunya dilakukan lewat sepak bola, lahir karena hak kemerdekaan mereka dirampas oleh Spanyol. Selain itu juga, selama berada dalam kekuasaan Spanyol, bangsa Katalonia dan klub bola Barcelona mengalami diskriminasi.

Menurut Manuel Vázquez Montalbán, seorang penulis terkenal dari Barcelona, klub bola Barcelona merupakan cerminan sikap politik dari kelompok sayap kiri bangsa Katalonia terhadap Spanyol yang terbangun sejak rezim diktator Jendral Franco tahun 1930-an.

Bayangkan saja, ketika Jendral Franco berkuasa hingga kematian menjemputnya pada tahun 1975, bendera Katalonia dan Barcelona tidak diperbolehkan berkibar di Stadion Camp Nou, yang nota bene markas dari klub bola Barcelona.

Pemerintah Spanyol ketika itu juga lebih menyukai klub Real Madrid, ketimbang Barcelona. Tak heran jika kemudian klub Barcelona juga memiliki semboyan lain, yakni "Boleh kalah dengan klub lain, asal tidak dengan Real Madrid".

Penulis buku An Olympic Death ini juga menggambarkan Barcelona sebagai simbol 'pasukan tak bersenjata' dan tulang punggung dari bangsa Katalonia untuk mendapatkan "hati" di kancah dunia.

Dini hari tadi, di hadapan 67 ribu penonton di Stadion Olimpico Roma dan jutaan penonton di seluruh dunia, klub bola Barcelona telah membuktikan bahwa mereka pantas untuk mendapatkan Piala Eropa. Kemenangan itu pun dipersembahkan Barcelona bukan untuk Spanyol, tetapi untuk bangsa Katalonia yang tengah berjuang meraih kemerdekaannya. Viva Barca!