Hari ini, aktivitasku berada di kampus. Sejak sore aku sudah berada di kampus Universitas Prof. Dr. Moestopo (Bersenggama) eh.. (Beragama), yang berada di bilangan Senayan, Jakarta Selatan.
Rencana awal sih mau bertemu dengan (mantan) dosen pembimbing. Loh, kok mantan dosen pembimbing? Aduh, di bawah saja nanti dijelaskan, he..he..
Namun, setibanya di kampus entah kenapa aku mendadak diserang 'sakit' malas. Ah, lagipula kulihat orangnya tidak berada di ruang dosen. Setahuku juga hari ini ia tak ada jadwal mengajar.
Di ruang dosen, aku hanya bertemu dengan Pak Indiwan, koordinator bidang studi jurnalistik. "Loh, bukannya loe udah lulus? Gue pikir loe udah lulus," ujarnya saat melihatku. Aku pun hanya tersenyum kecil mendengar ucapannya itu tanpa perlu kembali kujawab karena ia sendiri sebenarnya tahu kalau skripsiku belum selesai.
Oh ya, (mantan) dosen pembimbingku adalah Dr. Heri Hermawan. Dia merupakan satu dari dua dosen pembimbing dan penguji yang dianggap 'killer' oleh mahasiswa, selain Dr. Gati Gayatri. Selain, setiap skripsi yang dibimbingnya harus "sempurna" hingga akhirnya banyak mahasiswa "angkat tangan", mereka berdua ini terkenal "kejam" ketika menguji.
Lalu, kenapa aku sematkan kata 'mantan'? Nah, itu karena minggu lalu ketika bertemu di ruang sekretariat dia bilang, "Saya sudah tidak pegang bimbingan lagi. Semua sudah saya serahkan ke Pak Kusnul (Kepala Jurusan)," ujarnya yang sedang mengkopi sebuah artikel di internet.
Saat ditanya apa alasannya, "Saya capek," jawabnya singkat.
Waduh, capek? Ya, meski demikian aku tidak mau ambil pusing untuk berburuk sangka dengan alasan yang ia berikan. Pasti ada alasan lain yang tidak mau ia katakan dan aku yakin itu, bila mengingat "sepak terjangnya" di dunia persilatan, he..he.. Maksudku, kemampuannya membuat mahasiswa "angkat tangan."
Lagian, ya sudah toh aku pun memang sudah berniat mengganti pembimbing, he..he.. Pucuk di cinta ulam tiba, pikirku. Tapi, niat itu bukan karena aku takut akan tetapi karena aku sudah keburu ilfeel sama Bapak Doktor satu ini. Wong belum apa-apa sudah menjatuhkan mental mahasiswa yang dibimbingnya.
"Anda yakin mau ambil skripsi ini? Teman saya saja butuh waktu 10 tahun untuk membuat disertasinya, sama dengan teori yang kamu pakai," katanya waktu itu.
Wah Pak, masak iya skripsi mahasiswa Strata Satu disamakan dengan disertasi mahasiswa doktoral. Jujur, saat itu aku memang sedikit tersanjung tapi juga merasa bingung dan ngeper saat mendengar ucapannya itu... He..he..
Sedikit mengumbar, he..he.. Skripsiku berjudul "Ketertundukan Media Massa Atas Keinginan Pasar Pembaca. Sebuah Studi Ekonomi Politik Media Massa."
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengungkap peran 'pasar' pembaca yang --ternyata-- dapat menentukan isu dan isi pemberitaan di media massa. Di samping itu juga, skripsi ini ingin membuktikan bahwa di balik berita ada kepentingan ekonomi dan politik di dalamnya.
Aku sendiri mumet tapi tetap nekad untuk melanjutkan. He..he.. Pokoke, maju terus pantang mundur lah. Itu belum lagi ditambah dengan ucapan Pak Heri yang semakin membuat kepala tambah pusing tujuh keliling.
"..... Selain itu juga, pertama Anda harus baca, ya, minimal 10 buku ekonomi, 10 buku politik. Gimana, masih mau lanjut?" katanya, entah menantang atawa mau menjatuhkan mentalku. Ouww...serammm... he..he..
Ya, sudah lah jangan di bahas lagi. Kalau ini mentok aku sih sudah punya judul lain berikut bahannya. Tinggal dikerjakan. Tak..tik..tak..tik.. Mmhh.. Tapi kalau ada yang punya usulan lain dengan tema menarik, boleh.
Akhirnya, setelah membulatkan tekad untuk tidak bertemu dosen hari ini aku pun menghampiri segerombolan siberat yang sedang nongkrong di 'halte', he..he.. Maaf Bro!
Ya, sebut saja Bung Jhon dan Mandra, yang selalu beredar di kampus hanya untuk memandangi mahasiswi-mahasiswi kece tapi tidak ada follow up-nya. Selalu begitu setiap bertemu, he..he..
Kemudian, ada Fatur, mantan wartawan biro --sudah dipecat-- di sebuah harian nasional dan Aji, yang sepengetahuanku selain kuliah sidejob-nya adalah pebisnis online. Mereka adalah senior satu tingkat di atas ku dan belum lulus. Ayo, cepat lulus Kawan!
Di sela-sela bercengkerama dengan gerombolan siberat, he..he.. Maaf lagi, Bro! aku menyempatkan diri bertemu dengan Lisa, seorang perempuan aktivis pers mahasiswa Moestopo, Diamma.
Orangnya cukup cantik dan selalu mengenakan kerudung, meski menurutku itu bukan jilbab. Ya, selain ada keperluan kampus aku juga ingin menanyakan kepadanya apakah majalah mereka sudah terbit.
Lisa juga mengajakku untuk ikut acara mereka. Kalau tidak salah, acara seminar fotografi jurnalistik yang digelar di Museum Fatahillah, Jakarta. Mendadak ponselku bergetar. Ada pesan singkat masuk.
"Dmn lu? Anak2 udah pada balik. Gue udah di parkiran motor neh. Cepetan."
Ternyata dari Fatur. Akhirnya, bincang-bincang ria dengan Lisa dan seorang kawannya terhenti. Aku pun pamit kepada Lisa dan kawannya, yang juga seorang perempuan aktivis Diamma.
Ternyata benar, di pelataran parkir Fatur sudah siap dengan 'kuda besinya' yang menyala.
Seperti biasa, sebelum mencapai rumah masing-masing Fatur terlebih dahulu kuajak nongkrong di warung Nasi Kucing yang tempatnya tidak jauh dari perumahan tempat aku tinggal. Rumah Fatur sendiri di Bekasi.
"Jadi," katanya singkat sembari memencet-mencet tombol HP miliknya.
Dua 'kuda besi' milik kami pun meluncur. Jalan-jalan protokol seperti Jalan Gatot Soebroto hingga jalan non-protokol namun jalan utama, seperti Jalan Kali Malang, kami lewati. Kurang lebih satu jam kami akhirnya tiba di tempat tujuan.
Dua gelas minuman campuran teh, jahe dan susu langsung kami pesan. Dua bungkus nasi putih porsi kucing berikut dengan lauk pauk yang sederhana pun dilahap.
Hawa hangat langsung menyelimuti rongga-rongga badan setelah menyeruput minuman mix yang kami pesan. Begitu pun dengan bibir yang terasa 'terbakar' karena kepedasan melahap cabai ulek.
Meski demikian hanya ada satu kata yang dapat diucapkan, Maknyus! He..he..
Tak terasa sudah hampir tiga jam kami berada di sana. Ya, biasa lah kalo ngomong ngalor-ngidul panjang dan nggak ada habisnya. Setelah membayar, kami kembali tunggangi 'kuda besi' milik masing-masing menuju rumah dengan sebuah keinginan menggapai toga di kepala yang saat ini sedang kami perjuangkan. Penting ya? He..he.. Selamat berjuang!