22 November 2008

"Para Pesolek"

Semakin mendekati pemilu, kemunculan iklan-iklan politik dari sejumlah politisi di media massa semakin semakin marak. Iklan politik para politisi saat ini tak ubahnya seperti iklan sabun atau iklan-iklan komersial lainnya. Rakyat terus-menerus dibombardir di semua lini dengan iklan-iklan politik yang menampilkan wajah para politisi, berikut dengan tema atau isu yang menjadi “jualan kecap” mereka.

Hampir setiap hari di koran, radio maupun televisi kini rakyat harus melihat para politisi pesolek itu. Mereka, para politisi pesolek, ini tak ubahnya seperti selebritis meski wajah dan suara mereka sama sekali tidak laik untuk “dijual” jika dilihat dari kacamata industri hiburan.

Para (politisi) pesolek itu kini tengah berias diri menghadapi pemilihan, baik dalam pemilihan kepala daerah yang sedang dan akan berlangsung di pelbagai daerah, Pemilu legislatif dan Pemilu presiden di tahun mendatang.

Pencitraan diri para politisi pesolek ini tercipta atau tidak terlepas dari buah pikiran dan tangan handal para konsultan politik, yang jasanya semakin hari semakin dicari oleh para politisi yang akan bersaing di arena politik pemilihan. Para konsultan politik ini siap membantu setiap kebutuhan “jasmani” para politisi menghadapi Pemilu 2009. Mulai dari membangun pencitraan hingga memoles citra buruk di mata rakyat menjadi citra baik.

Misalnya, bagaimana caranya seorang politisi yang tadinya sama sekali tidak dikenal karena memang tidak pernah menemui rakyat bisa mendadak dikenal rakyat, meski hanya lewat iklan sebuah kotak ajaib bernama televisi dan radio maupun lembaran koran maupun majalah. Atau, seorang politisi yang selama kiprahnya menjadi politisi busuk dengan pelbagai macam jenis kejahatan yang menyengsarakan rakyat, seketika menjadi seorang politisi yang berpihak kepada pentingan rakyat.

Eksploitasi Penderitaan Rakyat

Kemiskinan adalah satu dari sederet “menu” kegemaran para politisi pesolek di negeri ini. Sekolah roboh, pengangguran, kelaparan, kenaikan harga bahan pokok dan bahan bakar minyak, dan setumpuk penderitaan rakyat lainnya mereka jadikan isu kampanye. Seolah-seolah mereka, para politisi pesolek, yang berpihak kepada rakyat.

Namun, pertanyaannya sekarang adalah apakah yang dilakukan para politisi dengan mengangkat kemiskinan dan penderitaan rakyat sebagai isu dalam iklan politik mereka saat ini menjelang Pemilu 2009 benar-benar untuk membela kepentingan rakyat?

Jawabannya tidak. Namanya saja para politisi pesolek. Mereka tidak akan pernah tulus membela kepentingan rakyat. Yang dicari hanya popularitas, popularitas dan popularitas! Tidak ada bedanya toh dengan selebritis?

Para politisi pesolek ini, yang salah satunya dapat dilihat pada iklan politik Wiranto dengan Partai Hanura, mengeksploitasi kemiskinan dan penderitaan rakyat untuk kepentingan dagangan politik mereka di Pemilu 2009.

Kemiskinan juga dijadikan “senjata ampuh” untuk melancarkan manuver-manuver politik mereka terhadap rezim yang tengah berkuasa. Lewat iklan-iklan yang mengeksploitasi kemiskinan ini, para politisi pesolek ini mencoba mengambil hati rakyat, Ad captandum vulgus, lewat segudang janji muluk yang mereka berikan.

Ilusi

Selain senang mengeksploitasi kemiskinan dan penderitaan rakyat, para politisi pesolek ini juga gemar mengumbar ilusi kepada rakyat lewat iklan politik mereka. Sejumlah politisi, baik yang telah menyatakan atau masih “menunggu” untuk mengatakan akan bertarung menjadi calon presiden pada Pemilu 2009, mengelabui rakyat dengan gambaran situasi dan kondisi yang ilutif. Seolah-olah ada dan terjadi (hidup rakyat sejahtera) meski fakta sosialnya tidak berkata demikian.

Coba saja tengok iklan dari Partai Gerindra bersama Prabowo Subianto, Partai Demokrat dengan capresnya Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir dan Megawati Soekarnoputri dengan PDIP. Lewat iklan politik mereka yang menghiasi layar kaca dan lembaran koran atau majalah, rakyat diberikan suatu ilusi tentang masa kemakmuran, kesejahteraan, yang sebenarnya tidak pernah ada di negeri ini, kini dan sebelumnya.

Bahkan, dalam iklan politik Partai Gerindra dengan “model iklannya” Prabowo Subianto, rakyat hendak dibawa ke masa-masa dimana rezim Orde Baru berkuasa, yang jelas-jelas pada masa itu rakyat hidup dalam ketertindasan. Dalam iklan tersebut, malah dikatakan negeri ini –pada masa rezim Soeharto- pernah menjadi “macan” –istilah yang digunakan dalam iklan tersebut- di kawasan Asia Tenggara bahkan hingga Asia karena rakyatnya sejahtera. Benarkah?

Harus diingat, iklan politik bukan iklan sabun atau iklan-iklan komersil lainnya. Rakyat bukan juga konsumen dari “produsen” bernama partai politik yang menjual “produk bermerek” politisi!