11 Juli 2008

Ramai-ramai Ditipu Parpol

Kampanye politik dari pasangan Achmad Heryawan dan Dede Yusuf yang diusung oleh PKS-PAN dalam Pilkada Jawa Barat 2008, di Lapangan Cingcin, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.


DI aula besar sebuah hotel internasional di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, pada pertengahan Mei silam, ratusan orang berseragam mengenakan jaket berwarna biru laut berkumpul. Mereka datang dari banyak daerah di Indonesia.

Sebuah partai berlambang matahari saat itu tengah menggelar Rapat Kerja Nasional mereka yang ke-III.

Namun, malam itu ada sesuatu yang berbeda. Sebuah acara khusus telah siap digelar di sela-sela Rakernas.

Di hadapan sang pendiri, Amien Rais dan Hatta Radjasa, kader PAN di kabinet serta pengurus DPP dan DPW, Soetrisno Bachir, sang ketua umum, mengukuhkan sekitar 30 artis ibu kota sebagai anggota partai. Para artis ibu kota ini juga langsung mendapat kartu anggota di tempat.

Penjaringan artis-artis yang dilakukan PAN ini terkait "kemenangan" salah seorang anggota partai dalam Pilkada Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Aktor Dede Yusuf, anggota partai yang sebelumnya duduk di parlemen, kini menjabat wakil gubernur Jabar, mendampingi Achmad Heryawan, gubernur yang diusung PKS.

Mas Tris, begitu ia akrab disapa dan dikenal dekat dengan banyak artis, pun masih membuka kedua tangannya lebar-lebar kepada para artis lainnya: mengajak mereka ramai-ramai masuk ke dalam partai ini.

Sang ketua yang juga pengusaha sukses ini juga menjanjikan akan memberikan "tiket gratis" menuju Senayan kepada para artis. Tak heran kemudian kalau kini PAN memiliki singkatan lain yaitu "Partai Artis Nasional" atawa "Partai Anak Nongkrong", yang dicetuskan sendiri oleh sang ketua.

Strategi Partai Golkar yang mengusung duet incumbent Ismet Iskandar-Rano Karno dalam Pilkada Tangerang dan PKS-PAN dengan Achmad Heryawan-Dede Yusuf dalam Pilkada Jabar, membuat partai politik atau elit politik lainnya tertarik mengikuti jejak dari ketiga partai tersebut. Berharap mendapat kesuksesan yang sama.

PDIP, misalnya, dalam Pilkada Sumatera Selatan mengkawinkan calon mereka, Syahrial Oesman, dengan presenter kondang Helmi Yahya. Lalu, kemudian ada penyanyi dangdut Saiful Jamil yang dipinang oleh PPP untuk mendampingi calon wali kota Serang pilihan partai, Kirtam Sanjaya.

Tidak hanya partai. Para politisi yang menggunakan jalur independen pun demikian. Ikut tergiur.

Senin malam, 7 Mei lalu, disaat puluhan partai politik berharap-harap cemas mendengarkan pengumuman Ketua KPU Pusat Abdul Hafiz atas partai politik yang lolos verifikasi faktual di gedung Komisi Pemilihan Umum Pusat di Jakarta, seorang aktor diam-diam "berkunjung" ke kantor KPU Subang, Jawa Barat.

Kedatangan pemain sinetron berbadan atletis ini ke KPU bukan sebagai artis yang sengaja diundang dari Jakarta untuk "melatih" para pengurus KPU Daerah yang mungkin letih usai melakukan verifikasi faktual di Subang.

Primus Yustisio, aktor berwajah tampan ini datang dengan ditemani oleh seorang pria bernama Agus Nurani untuk mendaftarkan diri sebagai Bupati dan Wakil Bupati Subang periode mendatang. Primus dan Agus menggunakan jalur independen.

Mereka mendaftar pada menit-menit terakhir menjelang penutupan pengembalian berkas dukungan penduduk. Sebagai calon independen, aktor yang sudah laris sejak pertengahan 90'an ini datang ke KPU menyerahkan berkas pernyataan dukungan dari sekitar 56 ribu warga Subang terhadap dirinya ke KPU.

Aktor yang juga pengacara tenar, Gusti Randa, baru-baru ini juga memproklamirkan dirinya menjadi calon wakil wali kota Padang periode mendatang. Ia telah dipinang oleh Rizal Moenir, seorang anggota DPRD Sumatera Barat dari Partai Demokrat yang mencalonkan diri menjadi wali kota Padang lewat jalur independen.

Keterlibatan artis dalam kancah dunia politik sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru di negeri ini. Di era Orde Baru, sejumlah artis mulai "kelas teri" hingga "papan atas" telah "diikut-sertakan" berpolitik oleh parpol, meski tidak seramai seperti sekarang ini.

Sebut saja seperti penyanyi dangdut Rhoma Irama dan Camelia Malik, yang tidak pernah absen dalam setiap kampanye Partai Golongan Karya atau kini Partai Golkar.

Di masa Soeharto, para artis dimobilisir oleh partai politik dalam setiap kampanyenya. Partai Golongan Karya atau kini Partai Golkar yang diketahui sangat sering memanfaatkan jasa para artis untuk menarik rakyat ke panggung kampanye mereka. Melalui mereka-lah (artis, red) jualan kecap parpol laris manis tanjung kimpul.

Kaset baru lagu lama. Itu saya kira yang tepat untuk menggambarkan taktik pencitraan partai saat ini yang tengah dilanda hujatan dan caci maki dari rakyat. Dengan sedikit polesan, partai politik ramai-ramai telah menipu para artis yang sebenarnya hanya dijadikan pengumpul suara. Tidak lebih dari itu.

Rakyat sendiri juga menjadi korban penipuan partai, lewat para artis ini.

Bang Doel, Kang Dede Yusuf, ataupun artis-artis lainnya yang kini tengah dalam pinangan parpol, boleh saja membantahnya. Tapi fakta tidak bisa ditutupi. Inilah cara baru partai politik memanfaatkan ketenaran artis.

Tak percaya? Coba lihat saja, sejauh ini parpol hanya memberikan second position untuk para artis yang mereka "undang" untuk menjadi calon pemimpin daerah. Jadi, jangan bermimpi untuk melakukan perubahan!

Pendapat saya ini bukan untuk meremehkan kualitas dari para artis yang akan maju dalam Pilkada ataupun yang kini sudah menjadi pejabat pemerintah. Bukan juga ingin melarang hak orang untuk berpolitik. Setiap orang, siapa pun dia, memiliki hak politik yang sama!

Yang menjadi pertanyaan saya sekarang, apakah para artis ini dapat melakukan perubahan dengan posisi mereka yang, menurut saya, sebenarnya hanya dijadikan bunga-bunga kampanye oleh partai politik saat ini?

Menurut saya, TIDAK. Sejauh ini, artis masih hanya dijadikan pemikat kumbang-kumbang (rakyat, red) dalam setiap kampanye partai politik. Jelas, partai-lah yang mendapatkan keuntungan.

Bagi partai politik, ini bagaikan sekali mendayung, dua-tiga pulau dicapai. Suara pemilih didapat, citra pun diraih dan partai tidak lagi perlu mengeluarkan biaya tambahan kampanye untuk para artis karena mereka sudah terikat dengan tanggung jawab sebagai anggota partai.

Tidak ada komentar: